Translate

Senin, 11 Desember 2017

Resume Materi Orasi Ilmiah : COLLABORATIVE GOVERNMENT DALAM PEMBANGUNAN KAWASAN PEDESAAN



RESUME MATERI ORASI ILMIAH
COLLABORATIVE GOVERNMENT DALAM PEMBANGUNAN KAWASAN PEDESAAN

Pemateri : Prof. Ahmad Erani Yustika, M.Sc., Ph.D (Dirjen Pembangunan Kawasan Pedesaan)

               
Dalam suatu tatanan dunia, negara yang bisa disebut sebagai negara maju adalah negara yang memiliki ‘rules of the game’ (aturan main) sendiri. Dengan begitu, negara tersebut dapat berdiri mandiri dan dapat menguasai sendiri sumber daya dan potensi yang mereka miliki. Negara adalah suatu organisasi yang sangat besar. Seperti yang telah dibahas diatas, organisasi atau institusi yang baik adalah yang mempunyai ‘rules of the game’-nya sendiri. Begitupun dengan pedesaan, yang sebagai institusi dapat memproduksi aturan (rules of the game), karena pedesaan pun memiliki kewenangan.
                 
Collaborative Government adalah suatu pendekatan yang tata kelolanya berorientasi pada outcome, bukan hanya sekadar mengandalkan output saja. Collaborative Government adalah salah satu cita-cita yang indah dari suatu negara, namun tidak mudah diaplikasikan karena konsep ini disebut terlalu ideal. Ada dua teori (atau dua model) yang mendeskripsikan Collaborative Government, yaitu Freeman’s model dan Twyford’s model. Dari kedua model tersebut, dapat ditarik suatu ‘benang merah’, yaitu ketika tercapai suatu kondisi dimana level trust dan kapasitas sama tinggi, maka memungkinkan adanya bentuk komitmen untuk berkolaborasi. Collaborative Government memiliki tiga pilar, diataranya adalah melalui stategi Multiple Stakeholders, Multilateral Interactions, dan Multidimensional Issues.  Dengan banyaknya pemangku kepentingan (stakeholders) yang berperan dalam kepentingan untuk mewujudkan cita-cita collaborative government, proses interaksi atau hubungan yang menyeluruh kepada berbagai pihak serta penalaran dan pemecahan berbagai masalah secara konkrit, akan ‘memuluskan’ jalan menuju cita-cita ideal collaborative government. Namun, tidak semudah itu untuk mencapai sebuah cita-cita yang ideal. Salah satu rintangan yang menghadang untuk tercapainya collaborative government adalah time consuming. Rintangan ini adalah suatu resistor yang berasal dari dalam (inner) para pelaku collaborative government itu sendiri. Ekspektasi yang ideal ini memelukan waktu yang sangat banyak, serta energi dan tingkat kesabaran yang tinggi. Itulah yang menjadi salah satu rintangan sekaligus kunci untuk meraih ekspektasi tersebut jika dapat diatasi dengna baik oleh para aktor collaborative government.
                 
Selain itu, untuk meraih keberhasilan dalam mencapai cita-cita ideal collaborative government, dapat dikaji dari dua aspek, yaitu aspek prinsip dan unsur. Prinsip yang ingin dicapai adalah terjadinya pemahaman yang sama (common understanding), mutual agreement, dan collective actions. Sedangkan aspek unsur yang ingin dicapai yaitu memuat kesetaraan (equality), komitmen, konsekuen dan kontinuitas. Kedua aspek inilah yang menjadi roda utama dalam menggerakkan collaborative government.
                
Jika kita melihat dari perspektif pembangunan desa, konsep ideal ini dapat digunakan sebagai pendekatan dalam pembangunan desa di Indonesia, untuk menjadi desa yang lebih baik. Undang Undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, yang sejatinya dapat dipandang sebagai UU otonomi desa, memiliki tiga kata kunci penting yang dianggap sebagai suatu langkah untuk pembangunan desa.  Ketiga kata tersebut adalah ; politik kedaulatan desa, politik pembangunan desa dan politik literasi desa. Saat ini kedaulatan desa telah diatur oleh undang-undang otonomi desa. Desa telah berwenang untuk membuat ‘rules of the game’-nya sendiri. Pembangunan desa saat ini sudah dapat dilakukan oleh desa itu sendiri, yang dibahas dalam forum tertinggi desa, yaitu musdes (musyawarah desa). Dahulu, pembangunan pembangunan desa dirumuskan oleh pemerintah pusat. Namun, saat ini, pembangunan desa sudah dapat dirumuskan oleh otoritas desa itu sendiri. Pembangunan desa saat ini lebih mengarah kepada pembangunan sumber daya manusia. Karena esensi dari pembangunan desa adalah untuk memajukan desa dengan cara mengembangkan potensi SDM nya. Mustahil suatu program kemandirian ekonomi desa akan tercapai apabila sumber daya manusia (masyarakat desa itu sendiri) tidak menguasai sendiri sumber daya alam dan berbagai potensi yang ada di desa tersebut.  Berbagai contoh masalah yang terjadi pada pedesaan di Indonesia yang harus segera ditangani adalah masalah pendidikan, kesehatan dan fasilitas. Menurut data terbaru, rata-rata tingkat pendidikan masyarakat pedesaan di Indonesia adalah berpendidikan selama 5,8 tahun (tamat SD). Selain itu, ada 300 kasus kematian pada ibu melahirkan dari 100.000 kelahiran. Selain masalah-masalah tersebut, dalam kehidupan bermasyarakat di pedesaan pun sering dijumpai adanya ketimpangan sosial. Segala permasalahan tersebut harus segeran ditangani untuk menjadikan pembangunan desa yang lebih baik.
                 
Problem lainnya dalam pembangunan desa adalah tentang perencanaan. Pembangunan desa yang menggunakan kewenangan otoritas desa dirasa kurang efektif, karena pembangunan tersebut tidak menggunakan perencanaan yang matang, melainkan hanya memikirkan perasaan. Karena itu, perspektif pembangunan yang tepat, jelas dan efektif harus diberikan oleh orang-orang yang tepat dan terpelajar sesuai bidangnya dari pihak pemerintah pusat. Selain itu, tingkat literasi penduduk desa pun kurang baik. Masalah pendidikan berhubungan langsung dengan masalah rendahnya kualitas literasi dalam masyarakat pedesaan. Selain itu, jika ada satu orang penduduk yang memiliki tingkat pendidikan dan literasi yang baik, maka orang tersebut cenderung untuk keluar dari desanya. Hal ini terjadi karena anggapan bahwa ia tidak dapat mengembangkan ilmu dan tingkat literasinya jika hanya berdiam diri di desa. Hal ini adalah salah satu masalah yang harus segera diatasi, karena sejatinya orang yang berpikiran lebih maju dari mayoritas penduduk desa tersebut dapat membantu untuk memajukan desanya. Pada saat ini, kita mengenal adanya kegiatan-kegiatan balai desa, yang secara efektif dapat meningkatkan mutu literasi penduduk desa.
                 
Berbagai masalah yang terjadi dalam proses pembangunan desa yang tertinggal, dapat dikaji dan diatasi dengan konsep ideal berupa collective government. Jika konsep ideal tersebut telah terlaksana, maka pembangunan desa akan sejalan dengan kesuksesan collective government.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar