RESUME MATERI ORASI ILMIAH
COLLABORATIVE GOVERNMENT DALAM PEMBANGUNAN KAWASAN PEDESAAN
Pemateri : Prof.
Ahmad Erani Yustika, M.Sc., Ph.D (Dirjen Pembangunan Kawasan Pedesaan)
Dalam suatu tatanan dunia, negara yang bisa disebut
sebagai negara maju adalah negara yang memiliki ‘rules of the game’ (aturan
main) sendiri. Dengan begitu, negara tersebut dapat berdiri mandiri dan dapat
menguasai sendiri sumber daya dan potensi yang mereka miliki. Negara adalah
suatu organisasi yang sangat besar. Seperti yang telah dibahas diatas,
organisasi atau institusi yang baik adalah yang mempunyai ‘rules of the
game’-nya sendiri. Begitupun dengan pedesaan, yang sebagai institusi dapat
memproduksi aturan (rules of the game), karena pedesaan pun memiliki
kewenangan.
Collaborative
Government adalah suatu pendekatan yang tata kelolanya berorientasi pada
outcome, bukan hanya sekadar mengandalkan output saja. Collaborative Government adalah salah satu cita-cita yang indah
dari suatu negara, namun tidak mudah diaplikasikan karena konsep ini disebut
terlalu ideal. Ada dua teori (atau dua model) yang mendeskripsikan Collaborative Government, yaitu
Freeman’s model dan Twyford’s model. Dari kedua model tersebut, dapat ditarik
suatu ‘benang merah’, yaitu ketika tercapai suatu kondisi dimana level trust dan kapasitas sama tinggi,
maka memungkinkan adanya bentuk komitmen untuk berkolaborasi. Collaborative
Government memiliki tiga pilar, diataranya adalah melalui stategi Multiple Stakeholders, Multilateral Interactions, dan Multidimensional Issues. Dengan banyaknya pemangku kepentingan (stakeholders) yang berperan dalam
kepentingan untuk mewujudkan cita-cita collaborative
government, proses interaksi atau hubungan yang menyeluruh kepada berbagai
pihak serta penalaran dan pemecahan berbagai masalah secara konkrit, akan
‘memuluskan’ jalan menuju cita-cita ideal collaborative
government. Namun, tidak semudah itu untuk mencapai sebuah cita-cita yang
ideal. Salah satu rintangan yang menghadang untuk tercapainya collaborative government adalah time consuming. Rintangan ini adalah
suatu resistor yang berasal dari dalam (inner) para pelaku collaborative government itu sendiri. Ekspektasi yang ideal ini
memelukan waktu yang sangat banyak, serta energi dan tingkat kesabaran yang
tinggi. Itulah yang menjadi salah satu rintangan sekaligus kunci untuk meraih
ekspektasi tersebut jika dapat diatasi dengna baik oleh para aktor collaborative government.
Selain itu, untuk meraih keberhasilan dalam mencapai
cita-cita ideal collaborative government,
dapat dikaji dari dua aspek, yaitu aspek prinsip dan unsur. Prinsip yang ingin
dicapai adalah terjadinya pemahaman yang sama (common understanding), mutual
agreement, dan collective actions. Sedangkan
aspek unsur yang ingin dicapai yaitu memuat kesetaraan (equality), komitmen,
konsekuen dan kontinuitas. Kedua aspek inilah yang menjadi roda utama dalam
menggerakkan collaborative government.
Jika kita melihat dari perspektif pembangunan desa,
konsep ideal ini dapat digunakan sebagai pendekatan dalam pembangunan desa di
Indonesia, untuk menjadi desa yang lebih baik. Undang Undang nomor 6 tahun 2014
tentang desa, yang sejatinya dapat dipandang sebagai UU otonomi desa, memiliki
tiga kata kunci penting yang dianggap sebagai suatu langkah untuk pembangunan
desa. Ketiga kata tersebut adalah ;
politik kedaulatan desa, politik pembangunan desa dan politik literasi desa. Saat
ini kedaulatan desa telah diatur oleh undang-undang otonomi desa. Desa telah
berwenang untuk membuat ‘rules of the game’-nya sendiri. Pembangunan desa saat
ini sudah dapat dilakukan oleh desa itu sendiri, yang dibahas dalam forum
tertinggi desa, yaitu musdes (musyawarah desa). Dahulu, pembangunan pembangunan
desa dirumuskan oleh pemerintah pusat. Namun, saat ini, pembangunan desa sudah
dapat dirumuskan oleh otoritas desa itu sendiri. Pembangunan desa saat ini
lebih mengarah kepada pembangunan sumber daya manusia. Karena esensi dari
pembangunan desa adalah untuk memajukan desa dengan cara mengembangkan potensi
SDM nya. Mustahil suatu program kemandirian ekonomi desa akan tercapai apabila
sumber daya manusia (masyarakat desa itu sendiri) tidak menguasai sendiri
sumber daya alam dan berbagai potensi yang ada di desa tersebut. Berbagai contoh masalah yang terjadi pada
pedesaan di Indonesia yang harus segera ditangani adalah masalah pendidikan,
kesehatan dan fasilitas. Menurut data terbaru, rata-rata tingkat pendidikan
masyarakat pedesaan di Indonesia adalah berpendidikan selama 5,8 tahun (tamat
SD). Selain itu, ada 300 kasus kematian pada ibu melahirkan dari 100.000
kelahiran. Selain masalah-masalah tersebut, dalam kehidupan bermasyarakat di
pedesaan pun sering dijumpai adanya ketimpangan sosial. Segala permasalahan
tersebut harus segeran ditangani untuk menjadikan pembangunan desa yang lebih
baik.
Problem lainnya dalam pembangunan desa adalah tentang
perencanaan. Pembangunan desa yang menggunakan kewenangan otoritas desa dirasa
kurang efektif, karena pembangunan tersebut tidak menggunakan perencanaan yang
matang, melainkan hanya memikirkan perasaan. Karena itu, perspektif pembangunan
yang tepat, jelas dan efektif harus diberikan oleh orang-orang yang tepat dan
terpelajar sesuai bidangnya dari pihak pemerintah pusat. Selain itu, tingkat
literasi penduduk desa pun kurang baik. Masalah pendidikan berhubungan langsung
dengan masalah rendahnya kualitas literasi dalam masyarakat pedesaan. Selain
itu, jika ada satu orang penduduk yang memiliki tingkat pendidikan dan literasi
yang baik, maka orang tersebut cenderung untuk keluar dari desanya. Hal ini
terjadi karena anggapan bahwa ia tidak dapat mengembangkan ilmu dan tingkat
literasinya jika hanya berdiam diri di desa. Hal ini adalah salah satu masalah
yang harus segera diatasi, karena sejatinya orang yang berpikiran lebih maju
dari mayoritas penduduk desa tersebut dapat membantu untuk memajukan desanya.
Pada saat ini, kita mengenal adanya kegiatan-kegiatan balai desa, yang secara
efektif dapat meningkatkan mutu literasi penduduk desa.
Berbagai masalah yang terjadi dalam proses
pembangunan desa yang tertinggal, dapat dikaji dan diatasi dengan konsep ideal
berupa collective government. Jika
konsep ideal tersebut telah terlaksana, maka pembangunan desa akan sejalan
dengan kesuksesan collective government.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar